1. Latar Belakang Masalah
Dalam masyarakat bilingual, akan mudah ditemui orang-orang menggunakan lebih dari satu bangsa dalam percakapannya, hal itu bisa terjadi tergantung situasi dan kondisi serta tempat, seperti di kantor, sekolah, rumah, pasar, dan lain-lain.
Dalam beberapa masyarakat, orang lebih dominan menggunakan bahasa ibu (mother tangue) dari pada bahasa lainnya. Hal ini terjadi karena mereka akan merasa lebih nyaman dan akrab, terutama apabila berada di situasi yang non formal, namun jika situasi formal mereka lebih sering menggunakan bahasa nasional (Bahasa Indonesia). Alih kode atau code switching sering terjadi di kalangan masyarakat bilingual ini, khususnya di Semarang. Para model Exist’s modelling sering menggunakan alih kode pada percakapan mereka baik antar sesama model maupun dengan pimpinan. Ditinjau dari latar belakang linguistic mereka semua model berasal dari Jawa, sehingga mereka akan sering alih kode guna kelancaran dalam berkomunikasi. Dalam percakapan mereka juga menggunakan bahasa gaul/bahasa prokem yang sering digunakan oleh para anak muda di Indonesia.
2. Batasan Masalah
Topik dari penelitian ini dibatasi pada jenis-jenis alih kode dan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya code switching atau alih kode dalam percakapan para model Exist’s di Semarang. Fenomena alih kode terdiri dari alih kode internal dan alih kode eksternal.
3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui jenis-jenis alih kode yang terjadinya alih kode Semarang
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya alih kode di Exist’s Modelling Semarang.
Secara operasional,manfaat yang diharapkan dari penelitian ini manfaat teoritis dan manfaatpraktis.Manfaat,toritis yang diharapkan adalah memperkaya kajian sosiolinguistik khususnya tentang alih kode,serta dapat menghasilkan deskripsi mengenai jenis dan factor alih kode dalam kalangan model.
Manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah bagi pembaca,dapat menambah pemahaman berbagai bahasa didalam masyarakat,dan bagi peneliti lain dapat digunakan sebagai referensiawal dalam penelitian lain khususnya dibidang sosioliguistik.
4. Landasan Teori
Untuk mengupas fenomena alih kode secara terpenuhi dalam percakapan para model di Exist’s Modelling Semarang, maka penulis menggunakan teori-teori alih kode yang sudah ada seperti teori alih kode yang dikemukakan oleh Janet Holmes, Kridalaksana dan Soewito;
a. Alih Kode.
Menurut Kridalaksana (1993 : 9) alih kode adalah penggunaan variasi bahasa lain atau bahasa lain untuk menyesuaikan diri dengan peran/situasi lain/karena ada partisipan lain.
Alih kode yang dikemukakan Nababan (1991:1) yaitu merupakan peristiwa pergantian bahasa/ragam bahasa tergantung pada keadaan/keperluan berbahasa.
Pada konteks tertentu, alih kode dapat terjadi pada saat kita berinteraksi dengan masyarakat. Hal ini dapat kita lihat dari pendapat Soewito (1985:69) bahwa alih kode merupakan salah satu aspek tentang ketergantungan bahasa (language dependency). Artinya di dalam masyarakat yang multilingual hampir tidak mungkin seorang penutur menggunakan bahasa secara mutlak murni tanpa sedikitpun memanfaatkan bahasa/unsur bahasa lain.
b. Jenis-jenis Alih Kode
Penulis ada kalanya mengganti unsur-unsur bahasa / tingkat tutur, hal ini tergantung pada konteks dan situasi berbahasa itu..
Menurut Soewito (1985:69-72) alih kode dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan bahasa yang menjadi sumbernya, yaitu :
1. Alih kode internal
Bahasa sumber dalam alih kode internal dapat dilihat dari sisi geografi bahasa hidup dalam wilayah politis (negara) yang sama, walaupun tak ada hubungan kekerabatan) dan genetis (bahasa yang sasarannya menunjukkan adanya hubungan kekerabatan).
2. Alih kode eksternal
Bahasa sumber dengan bahasa sasaran tidak ada hubungan baik secara genetis maupun geografis.
c. Faktor-faktor penunjang alih kode
Hymes seperti yang dikutip Renklema (1993 : 44) menggambarkan kelima belas unsur yang mempengaruhi dalam tindak berbahasa dan kaitannya dengan pemilihan ragam bahasa, yaitu :
Setting and Scene : Latar tempat, waktu, suasana, fisik dan psikologi tertentu, maupun dalam situasi formal/tidak normal.
Participants : penutur, pendengar, dan orang yang berada di sekitar tuturan tersebut dihasilkan
Ends (purpose dan goal) : tujuan dalam pertukaran informasi yang dilakukan.
Act (Sequences) : merupakan suatu peristiwa ketika seorang pembicara menggunakan kesempatan berbicara.
Key (tone of spirit of act) : nada/ragam bahasa yang dipakai dalam menyampaikan pendapatnya dan cara dalam mengemukakan pendapat tersebut apakah dengan nada serius / tidak serius.
Instrumentalities : macam bentuk bahasa dan alat yang digunakan baik itu secara lisan dan tertulis.
Norms (of interaction dan interpretation) : aturan yang berlaku pada suatu tindak tutur yang harus dipatuhi oleh setiap participan. Misalnya dalam suatu diskusi ada waktu kapan harus mendengar, berbicara, memerlukan dan mengeraskan suara.
Genres (bentuk dan ragam bahasa) : Jenis komunikasi / kegiatan yang mempunyai sifat lain dari jenis kegiatan lain, misalnya salam, pidato, drama, dan lain-lain.
Menurut Soepomo (1976 : 14) faktor-faktor yang menjadi penunjang terjadinya alih kode ada yaitu :
1. Pengaruh hadirnya seseorang
2. Pengaruh maksud si O1(pembicara)
3. Pengaruh keinginan mendidik O2 (lawan bicara)
4. Pengaruh ketidak mampuan penutur dengan kode yang sedang dipakainya / pengaruh relasi
5. Pengaruh keinginan menyesuaikan kode bahasa dengan kode bahasa yang dikuasai oleh O2
6. Pengaruh materi percakapan
7. Pengaruh situasi bicara
8. Belum adanya istilah/ujaran yang tepat dalam bahasa yang sedang dipakai dengan maksud yang ingin diungkapkannya.
5. Metode penelitian
Penelitian bersifat di deskriptif, karena untuk menggambarkan proses terjadi alih kode dalam percakapan para model Exist’s modelling di Semarang.
Populasi adalah objek dari suatu penelitian dalam penelitian bidang linguistik yang pada umumnya ialah keseluruhan individu-individu dari segi tertentu dalam suatu bahasa, dalam penelitian ini populasinya adalah semua percakapan para model Exist’s modelling yang terdiri dari 9 orang termasuk pemimpinannya berjumlah 28 percakapan, sedangkan dalam pengambilan sample, penulis mengambil data secara purposive (bertujuan), dimana data tersebut dipilah yang terdapat code switching (alih kode) dan jenis-jenis alih kode. Dari data yang ada, penulis menemukan 25 percakapan yang mengandung alih kode.
Dalam pemerolehan data, penulis menggunakan teknik dasar, yaitu teknik sedap (rekam) dari Sudaryanto (1993 : 133), kemudian dilanjutkan teknik simak libat cakap, karena penulis juga terlibat dalam percakapan, dan ujarannya pun ikut sebagai data. Sebagai kelanjutan dari teknik SLC, penulis melakukan teknik catat. Pada teknik catat ini penulis mencatat semua data yang telah terkumpul dan diklasifikasikan menuntut jenis dan faktor yang mendasari alih kode percakapan para model Exist’s modelling Semarang.
Sedangkan dalam menganalisa data penulis menggunakan deskriptive qualitative dan quantitative method. Deskriptive-qualitative digunakan dalam mengklasifikasikan data dan deskriptive qualitative digunakan untuk menjumlah presentative / frekuensi alih kode yang terjadi, sehingga dapat diketahui seberapa sering para partisipan melakukan alih kode.
6. Analisis Data
Data analisis ini, penulis memulai dari jenis-jenis alih kode kemudian faktor-faktor yang mempengaruhi alih kode.
a. Jenis-jenis alih kode
Ada empat jenis alih kode yang terdapat dalam percakapan para model Exist’s modelling di Semarang, yaitu
1. Alih kode internal
Dalam hal ini, penutur menggunakan dua bahasa yaitu bahasa nasional (Indonesia) dan bahasa Ibu (Jawa). Dari data yang diperoleh, penulis menemukan 4 alih kode internal, yaitu alih kode dari Bahasa Indonesia ke Jawa (45%), bahasa Jawa ke Indonesia (25%), bahasa Jawa ngoko ke krama (20%), dan bahasa Jawa krama ke ngoko (10%). Berikut penjelasannya :
a. Alih kode dari bahasa Indonesia ke Jawa
(1) Candra : mas tanggal 9 jadi show di Hugo’s?
Bayu : sido tho ya !
(jadi)
Candra : tapi saya ada kuliah sampai jam 5
Bayu : yo rak popo, bar kuliah kowe langsungan ning Hugo’s.
(ya tidak apa-apa pulang kuliah langsung ke Hugo’s)
Eka : eh sama mas, aku juga ada kuliah
Candra : yo nek ngono bareng wae mbak ning Hugo’se
(kalau begitu, bareng saja mbak ke Hugo’s nya)
Percakapan diatas Candra melakukan alih kode dari bahasa Indonesia, pada saat dia bertanya pada pimpinannya, kemudian dia mengubah ke bahasa Jawa ketika berbicara pada temannya.
b. Alih kode dari bahasa Jawa ke Indonesia
(2) Damar : tanggal 30 boleh pinjem make upnya mbak ?
Eka : nggo opo tho, jeng? Meh kemider?
(Buat apa jeng ? Mau beredar ?)
Bayu : wis tho, ka ! disilehi wae, ojo mbok paido terus het mau !
[sudahlah ka ! kamu pinjemi, jangan kamu ejek terus tadi]
eka : Iya, besok aku antar ke rumahmu ya, jeng? Jangan nangis tho !
Diawal percakapan Eka menggunakan bahasa Jawa ketika berbicara dengan Damar, kemudian dua mengubah bahasa Indonesia, setelah Bayu, selaku pimpinan, ikut dalam percakapan mereka (Eka dan Damar)
c. Alih kode dari bahasa Jawa ngoko ke krama
(3) Mey : wah enak ya masakane ibu’e Candra
[wah endi ya, masakannya ibu Candra)
Eka : yo mesti, tapi nek sing masak Candra yo ancur
[ ya pasti, tapi kalau yang masak Candra, ya hancur]
Mey : Mas bayu, kadospundi, eco mboten ?
[mas bayu, bagaimana, enak tidak?]
Bayu : Yo enak banget ! ngeleh !
[ya enak banget ! lapar !]
Eka : sakestu mas
[setuju mas]
Eka dan Mey melakukan alih kode dari ngoko ke krama, mereka sama-sama melakkannya ketika berbicara pada bayu, selalu pimpinan.
d. Alih kode dari krama ke ngoko
(4) Toni : mas bayu enten sing madosi ting njawi !
[mas bayu ada yang mencari di luar]
Bayu : sopo ?
[siapa]
Toni : sopo mau jeng ? aku lali jenenge !
[siapa tadi jeng, aku lupa namanya]
Damar : ih ……. Mana ketehe gitu loh !
[ih……. Mana saya tahu !]
Pada saat Toni berbicara kepada bayu, dia menggunakan bahasa krama kemudian pada saat dia bertanya pada damar dia mengalihkodekan bahasanya ke bahasa ngoko.
2. Alih kode eksternal
Ada 2 jenis alih kode eksternal yang ditemukan dalam data, yaitu :
a. Alih kode dari bahasa Jawa ke Inggris
(5) Lita : piye, Ka, wis mbok bon ke klambine, ning Fashion House ?
[bagaimana, Ka, sudah kamu bon, baju yang ada di Fashion House ?]
Eka : pliz dech …. I don’t know, I think it’s your duty, right ?
[saya tidak tau, saya kira itu tugas kamu]
Lita : whats? Are you kidding ? oh my God, boss will angry with me!
[apa? Kamu bercanda ? ya ampun, boss akan marah sama saya!]
Dari percakapan diatas diketahui bahwa Lita saat berbicara dengan lawan tuturnya, Eka menggunakan bahasa Jawa, tetapi pada saat Eka menjawab dengan bahasa Inggris, Lita juga mengalihkode bahasa yang digunakan dengan bahasa Inggris.
b. Alih kode dari bahasa gaul ke bahasa Indonesia.
(6) Damar : Begindang ya jeng, kalo akika suruh jali-jali da mall durian, tar omprengan-omprengan masyarakat lekong-lekong pada sesong semua! Duh……..mawar bo!
Eka : Jangan sok keren gitu dech! Di obral aja gak laku!
Damar : ih……syirik banget sich masyarakat aku! Yach…… beginilah orang cuantik…..!
Damar menggunakan bahasa gaul, saat berbicara pada Eka, namun Eka menjawab dengan bahasa Indonesia, kemudian Damar ikut menggunakan bahasa Indonesia.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya alih kode.
Ada empat faktor yang mempengaruhi terjadinya alih kode; yaitu hadirnya orang ketiga, perubahan topik, solidaritas dan kesulitan dalam mengungkapkan kata / kalimat tertentu. Berikut penjelasannya:
1. Hadirnya orang ketiga.
Dengan perbedaan latar belakang maupun status, mempengaruhi seseorang untuk mengalih kode bahasanya. Berikut percakapan yang terpengaruh oleh hadirnya orang ketiga, dan percakapan ini terjadi di ruang makan.
(7) Candra : Mangan-mangan ! mangan sik ki lho!
[ makan-makan ! makan dulu!]
Eka : yo yo jeng, sik aku meh ning kamar mandi.
[ ya jeng, sebentar, saya mau ke kamar mandi]
[Bayu enters]
Candra : Mas Bayu sampun dhahar?
[ Mas Bayu sudah makan?]
Eka dan Candra mempunyai tingkatan/level yang sama, sehingga mereka menggunakan bahasa Jawa ngoko. Namun ketika Bayu selaku pimpinan mereka datang, Candra mengalih kodekan bahasanya ke bahasa jawa krama, karena Bayu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi darinya.
2. Perubahan topik.
Berubahnya topik pembicaraan bisa menyebabkan para tindak tutur mengubah bahasa yang dipakainya. Seperti percakapan berikut ini :
(8) Bayu : apa kabar dunia?
Models : tetep asyik.
Bayu : habis dapat gaji, disapa jawabnya asyik
Damar : lebih asyik lagi kalau pagi ini ada sarapanya!
Candra : cemekek wae!
[makanan terus]
Damar : heh asyik lho nguntal soto karo bergedel lekong!
[heh asyik lho makan soto sama bergedel laki-laki]
Bayu : wong edan!
[orang gila!]
Percakapan diatas menunjukkan adanya alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa. Awal percakapan partisipan menggunakan bahasa Indonesia dengan topik gaji, namun ketika topik berganti menjadi masalah makanan, mereka menggunakan bahasa Jawa.
3. Solidaritas.
Solidaritas dapat terjadi ketika antara si penutur dan lawan tutur memiliki persamaan latar belakang, atau status. Berikut percakapan yang terdapat solidaritas:
(9) Toni : ngenteni sopo mas?
[ nungguin siapa mas?]
Jaya : biasanya tho Pandu, ki tho Lita meh nyileh sepatu nggo bojone!
[ biasanya nunggu Pandu, ini Lita mau pinjam sepatu buat suaminya]
Toni : lha suaminya tidak diajak tho mbak?
Lita : dirumah kok
Ketika Toni berbicara pada Jaya, dia menggunakan bahasa Jawa (ngoko), kemudian dia mengubah bahasa Indonesia ketika bertanya pada Lita, karena Toni tidak terlalu dekat dengan kita, berbeda halnya dengan Jaya yang mempunyai tingkat/level yang sama dengannya.
4. Kesulitan dalam mengungkapkan suatu ekspresi.
Dalam pembicaraan kadang penutur ada kalanya susah untuk mengungkapkan suatu ekspresi, sehingga dia harus mengalih kodekan bahasanya. Seperti percakapan berikut:
(10) Mey : makan sehari lebih dari lima kali, gimana ngga gemuk!
Damar : biar aja gemuk so what?
Mey : tau rasa lu besok gemuk!
Damar mengubah bahasa Indonesia ke bahasa Inggris karena dia sulit menemukan ekspresi “so what” dapat bahasa Inggris.
7. Kesimpulan
Setelah mengupas jenis-jenis dan faktor-faktor yang mempengaruhi code switching (alih kode) dalam percakapan para model Exist’s modelling Semarang, maka dapat disimpulkan bahwa ada dua jenis code switching (alih kode) yaitu alih kode internal dan alih kode eksternal dimana para penutur menggunakan bahasa Indonesia (bahasa Nasional), bahasa Jawa (bahasa lokal/mother tongue), bahasa Inggris dan bahasa gaul.
Dan ada 4 faktor yang mempengaruhi terjadinya alih kode, yaitu hadirnya orang ketiga, perubahan topik dan kesulitan mengekspresikan sesuatu serta solidaritas, yang menunjukkan hubungan antar penutur.
DAFTAR PUSTAKA
Holmes, Janet. 1992. An Introduction to Sociolinguistics. England Longman Group UK Limited.
Kridalaksana, harimurti. 1993. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Nababan. Sosiolinguistik. Suatu Pengantar. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Poedjosoedarmo, Soepomo. 1975. Kode dan Alih Kode. Yogyakarta : Balai Penelitian Bahasa Yogyakarta.
Soewito. 1983. Sosiolinguistik Pengantar Awal, Surakarta : Fakultas Sastra Universitas Sebelas Maret.
Sudaryanto. 1988. Metode Dan Aneka Teknik Pengumpulan Data. Yogyakarta. Gajah Mada University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar